29 Mac 2011

MAHAR UNTUK BIDADARI ANAKKU...

Al kisah, musuh telah melanggar batas sebuah negeri Islam. Abu Ubaid Abdul Wahid bin Zaid, seorang khatib di Basrah, menyeru orang-orang untuk berjihad. Dia memaparkan berbagai kenikmatan di syurga. Dia juga menggambarkan sifat bidadari yang ada di dalamnya. Dia bersyair: 

Dialah cerahnya fajar yang tenang tapi riang
Diciptakan dari segala yang istimewa
Apakah kau tahu, sang peminang mendengarkannya,
Duhai kekasih, tiadalah aku lebih suka kepada selainnya
Jangan pernah kau serupai orang yang sungguh mendapatkannya
Yang melamarku dengan penuh alpa
hingga orang-orang mengejeknya
perbaikilah dirimu
Duhai andai ditolak darinya
Ketika piala diterbangkan bergilir
Lalu berakhir ketika hajatnya tuntas
seusai lari tak terkendali
Sesungguhnya yang berhasil melamarku
hanyalah yang berjuang terus-menerus

Syair Abu Ubaid tersebut mampu mendongkrak semangat juang kaum muslimin untuk bersegera meraih syurga melalui jihad. Seorang wanita renta keluar dari kerumunan menemui Abu Ubaid. Dia bernama Ummu Ibrahim al Bashri.

Dia berkata, “Wahai Abu Ubaid, apakah kau mengenal Ibrahim anakku? Dia telah dilamar oleh pejabat di Basrah untuk dijodohkan dengan anak perempuannya, tetapi kami tolak. Namun demi Allah, sekarang aku tertarik pada bidadari yang kau sebut tadi. Aku rela bidadari itu menjadi pengantin bagi anakku. Maka ulangilah sifat-sifat yang kau ucapkan tadi agar dia pun tertarik padanya.”

Maka Abu Ubaid bersyair kembali:

Jika rembulan telah purnama di kala malam,
lihatlah keistimewaannya yang bak rembulan itu
Senyumnya menyibak gigi yang indah,
laksana mutiara terpendam di lubuk samudera
Andai alas kakinya menginjak kerikil,
niscaya tumbuhlah bunga darinya
Kau bisa mengikat pinggangnya,
yang laksana dahan raihan berdaun hijau lebat
Kalau saja ludahnya yang manis itu jatuh ke laut,
jadilah air laut itu minuman lezat bagi penduduk darat
Allah inginkan matiku dalam kerinduan padanya, dengan begadangnya mata
‘tuk raih kebaikan hidup sesudah mati


Mendengar ucapan tersebut, orang-orang merasa terkesiap. Sontak mereka bertakbir. Allahu akbar. Allahu akbar.

Ummu Ibrahim beranjak bangun. Dia berkata, “Wahai Abu Ubaid! Demi Allah, aku telah redha atas bidadari itu sebagai pendamping Ibrahim. Apakah kau mau menikahkan mereka sekarang juga, dengan mengambil dariku sepuluh ribu dinar sebagai maharnya? Semoga Allah menjadikannya sebagai pahlawan yang mati syahid, sehingga mampu memberi syafaat bagiku dan bapaknya di hari kiamat.”

Abu Ubaid berkata, “Baiklah. Aku bersedia. Semoga kalian berdua mendapat keberuntungan yang besar.”
Sang ibu berteriak, “Hai Ibrahim… hai Ibrahim...”

Lalu seorang pemuda tampan keluar dari kerumunan orang sambil berkata, “Saya ibu. Ada apa?”

“Wahai anakku, apakah kamu rela bidadari (yang sifatnya disebut) tadi sebagai isterimu, dengan jantungmu yang kau korbankan di jalan Allah sebagai maharnya?” tanya sang ibu.

“Baiklah, Ibu. Aku bersedia,” jawab Ibrahim

******

Wanita itu bergegas menuju rumahnya, guna mengambil wang sepuluh ribu dinar. Kemudian wang itu dibawanya ke tempat Abu Ubaid.

Di tempat ini, dia menengadah ke langit. Dia berdoa, “Ya Allah, saksikanlah! Kunikahkan anakku dengan bidadari. Sebagai maharnya, akan dia korbankan jantungnya dalam perang di jalan-Mu. Maka terimalah ini wahai Zat yang Paling Pengasih.”

Kemudian Abu Ubaid berkata kepadanya, “Sepuluh ribu dinar ini adalah mahar bagi bidadari itu. Berbekallah dengannya dalam berperang di jalan Allah.”

*****

Lalu wanita itu pergi membeli kuda dan alat perang yang bagus dan bekal untuk perjalanan beberapa hari. Ketika hendak berpisah dengan anaknya, wanita itu mengalungkan kafan dan memberikan minyak –yang biasa ditaburkan ke tubuh jenazah- kepada anaknnya. Dia menatap anaknya, seolah jantungnya membuncah keluar dari dalam dada.

Dia berpesan, “Kalau kamu bertemu dengan musuh, pakailah kain kafan ini dan taburkan minyak ini ke tubuhmu. Jangan sampai Allah melihatmu lalai di jalan-Nya.”

Dia mendekap anaknya, lalu memeluk dan menciumnya. Lalu ia berkata, “Pergilah anakku. Allah takkan lagi mempertemukanku denganmu, kecuali kelak di hadapan-Nya pada hari kiamat.”

Pergilah Ibrahim bersama pasukan. Pandangan sang Ibu mengikutinya  sampai dia tak lagi terlihat di sudut matanya.

*****

Ketika pasukan telah sampai di negeri musuh dan masing-masing telah siap tempur, dimulailah peperangan. Anak panah pun beterbangan mengiringi para pahlawan yang sedang berlaga. Ibrahim maju ke barisan terdepan.

Ibrahim berhasil menyusup ke barisan musuh. Ia berhasil membunuh lebih dari 30 orang tentara musuh.
Akan tetapi, musuh menyadari kekuatan Ibrahim ini. Mereka segera mengepungnya. Ada yang menombaknya. Ada yang memukulnya. Ada yang menerjangnya.

“Engkau tak henti-hentinya bersuka cita, hai Ummu Ibrahim. Apa yang terjadi?” tanya Abu Ubaid.

Wanita itu pun menjawab, “Semalam (dalam tidurku) aku melihat anakku telah berada di dalam taman yang indah. Di atasnya ada kubah hijau. Dia berbaring di atas kasur yang terbuat dari mutiara. Di atas kepalanya ada mahkota yang berkilauan. Dia berkata kepadaku, ‘Wahai Ibu, bergembiralah. Maharku telah diterima, dan pengantin pun telah bersanding’.”

*****

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Ali Imran [3]: 169-170)

“Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At Taubah [9]: 89)

Tiada ulasan:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...